RajaBackLink.com
Daerah  

Terkait Ketidak Jelasan Penanganan Pungli SMAN 2 Nanga Pinoh, Ketua LPK RI Angkat Bicara

Terkait Ketidak Jelasan Penanganan Pungli SMAN 2 Nanga Pinoh, Ketua LPK RI Angkat Bicara

 

Star7tv.com |Melawi – Kalbar -, Setelah sekjen LSM LIBAS berstatement mempertanyakan kinerja Kejaksaan Negri Sintang yang terkesan lamban dalam menangani dugaan pungli di SMAN 2 Nanga Pinoh, yang di muat dibanyak media Oline pada hari minggu, 04 Desember 2022 malam.

 

Di hari yang sama mucul juga berita di salah satu media oline yang memuat statement Ketua DPD lembaga Rakyat Indonesia Berdaya (RIB) Kalimantan Barat Elisabet Etarusni dengan judul, Dikarenakan Belum Cukup Bukti DPD RIB Kalbar Cabut Laporan Dugaan Pungli Di SMAN 2 Nanga Pinoh.

 

Dalam hal ini Kejaksaan sudah turun kelapangan (Sekolah) , serta sudah memanggil kami dalam hal ini sebagai Ketua DPD RIB Kalbar, untuk menyerah kan sejumlah bukti dan akan segera di tindak lanjuti namun saat di serahkan dan di teliti pihak Kejaksaan mengatakan bahwa bukti yang kami miliki belum kuat /bahan bukti masih mentah dikutif dari media online kliknkri.com 04/12/2022.

 

Dugaan pungli di SMAN 2 Nanga Pinoh tersebut dilaporkan oleh Ketua DPD lembaga Rakyat Indonesia Berdaya (RIB) Kalimantan Barat Elisabet Etarusni

ke kantor kejaksaan negri sintang, 03/10/2022 yang langsung diterima staf kejaksaan negeri Sintang.

 

“Kami juga sangat menyayangkan pemberitaan awal dari statement lembaga RIB perwakilan Kalbar pada 06/08/2022 yang menjastice pihak SMAN 2 Nanga pinoh telah melakukan pungli sesuai dengan isi brita di beberapa media online tenggal 06/08/2022 saat itu,” Ungkap Marville Sweetly Rondonuwu Ketua LPK RI KALBAR, Selasa 13/12/2022.

 

Seakan telah terbukti dan cukup bukti dan telah sampai ke pihak APH sebagi laporan dari lembaga RIB tersebut sehingga dengan berani menyatakan telah terbukti terjadinya pungli di SMAN 2 Nanga Pinoh tersebut.

 

Jika benar hal tersebut terjadi, sehingga dengan gamblangnya pihak lembaga RIB membuat pernyataan di beberapa media online terkait pemberitaan yang menyatakan telah cukup bukti sehingga hal tersebut naik sebagai laporan ke pada pihak APH, dalam pemberitaan awal beberapa media online tertanggal 06/08/2022.

 

 

“Sehingga menurut kami membuka polemik di kalangan masyarakat yang berasumsi ada apa dengan kasus tersebut sehingga tiba-tiba di cabut dengan alasan tidak cukup bukti, seolah-olah telah mempermainkan sikap tegas hukum yang ada,” Tanya Marville.

 

Lebih lanjut, Mengapa laporan dugaan Pungli tersebut di cabut oleh ketua lembaga RIB Kalbar setelah pihak APH turun tangan memanggil pihak RIB. Hal itu diketahui sesuai dalam statement Ketua RIB pada media olen tanggal 4/12/2022 lalu.

 

“Dalam Kode etik profesi jaksa diatur dalam peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/ JA/07/2007, tentang Kode Etik Perilaku Jaksa. Pada prinsipnya dalam melaksanakan tugas profesi, jaksa wajib : 1. Menaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan, dan per¬aturan kedinasan yang berlaku. Dan undang undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

 

“Sungguh aneh jika suatu lembaga swadaya menarik kembali laporan tersebut, kok laporannya di tarik, Ada apa,” Tanya ketua LPK RI Kalbar.

 

 

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang pungutan di sekolah melalui Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.

 

Hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.

 

Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan.

 

Aparat penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan harus menindak lanjuti segala bentuk laporan baik dari instansi atau lembaga. Karena ketika tidak melaksanakan fungsi tugas dengan baik dan benar akan berdampak bagi kepercayaan masyarakat.

 

“Nah, masyarakat tidak boleh takut untuk menolak jika ada pungutan. Karena ada undang undang yang mengatur yaitu PP No 43 Tahun 2018 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Korupsi Inpres No 7 Tahun 2015 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.”Pungkasnya.

 

(Rinto Andreas/Surawan/Tim)

 





Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *