star7tv.com – Lebak – Insiden Pemukulan pemuka Agama oleh oknum anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang lebih disebut Bank Keliling (Banke) berbuntut panjang. Dalam hal ini pihak Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya Polisi Daerah (Polda) Banten telah mengeluarkan keputusan untuk mengevaluasi seluruh Banke yang ada di wilayah Hukum Banten itu sendiri.
Pasca insiden tersebut, mencuat polemik baru yang dianggap mendukung atau memperbolehkan Banke berkiprah kembali di wilayah Banten untuk melakukan aktivitas Banke tersebut.
Hal ini di terungkap dengan adanya beberapa Organisasi Masyarakat (Ormas) melakukan pertemuan guna mendukung Banke atau KSP beroperasi kembali. Padahal, pihak Kepolisian Wilayah Banten telah mengeluarkan mandat untuk menganalisa tentang adanya Banke yang berkedok KSP.
Pertemuan beberapa Ormas yang menghasilkan satu perjanjian tentang operasinya kembali Banke di wilayah Banten khususnya di wilayah Kabupaten Lebak. Namun masalah ini mendapat sorotan bahkan menuai protes keras dari Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Perkumpulan Masyarakat Gema Nasional Indonesia (DPP LPM-GNI).
Agus, Dewan Penasehat (Dewas) DPP GNI menyerukan, kami (GNI) menolak dan protes keras hasil pertemuan dari beberapa Ormas yang membahas terkait Banke yang akan di fungsikan atau di operasikan kembali, itu tidak mendasar.
“Itu sangat jelas bertentangan dengan keputusan Kapolda Banten, dan bertentangan dengan Undang-Undang tentang perbankan,” terang pria yang akrab disapa Kobra.
Menurut Kobra, Kapolda Banten belum mengeluarkan keputusan baru tentang pencabutan keputasan awal yang menyangkut penutupan atau larangan beroperasi atau di fungsikannya kembali KSP atau Banke.
“Kapolda Banten saja belum mencabut keputusan tentang larangan tersebut, ini ko ada perjanjian diatas materai yang dilakukan oleh beberapa Ormas dengan pihak Banke,” ucapnya.
Parahnya lagi, lanjut Kobra, perjanjian itu harus ada persetujuan dari Ketua Ormas Perisai Pembela Aspirasi Masyarakat (Perpam). Sementara, Ketua Perpam itu sendiri tidak merasa ikut pertemuan dan ikut memutuskan dalam hal operasinya kembali Banke.
“Saat dihubungi lewat pesan WhatsApp-nya, wakil ketua Perpam tidak tahu menahu tentang hal tersebut, jadi ini perjanjian apa?,” keluh Kobra dengan penuh pertanyaan.
Ditempat terpisah, Ketua GNI mendukung statement Dewas Pengawas GNI. Bahwa perjanijian yang dihasilkan dari pertemuan beberapa Ormas ini terkait operasinya kembali Banke melawan arus yang dikeluarkan oleh Kapolda Banten.
“Benar apa yang dikatakan Dewas GNI, bahwa Kapolda Banten belum mengeluarkan surat pencabutan larangan terkait operasinya kembali Banke yang ada di wilayah Hukum Polda Banten,” tegas Ohim Risdianto, Ketua Umum GNI.
“Kalau sudah ada dan jelas surat pencabutan dari Kapolda Banten tentang hal tadi, itu yang akan kita jadikan patokan,” pungkasnya.
Disambut oleh statement Sekretaris Jenderal (Sekjen) GNI, bahwa Banke yang berkeliaran dimanapun, khususnya di wilayah Kabupaten Lebak harus dianalisa terlebih dahulu terkait Legal Standing, dengan Bank apa dia kolaborasi dan harus bisa menunjukan izin kolaborasi tersebut.
“Ga sembarangan booss untuk menjadi pelayanan keuangan masyarakat luas, itu harus mendapatkan izin dari Pimpinan Bank Indonesia (BI),” kata Ahmad Bahtiar selaku Sekjen GNI.
Dilihat dan analisa dulu Undang-Undang (UU)nya, sambung dia, itukan sudah jelas diatur dalam UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 Tahun 1992.
“UU tersebut tentang Perbankan, yang mengatur bahwa pihak yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia itu bisa dikenakan sanksi pidana sekurang-kurangnya 5 tahun penjara dan selama-lamanya 15 tahun penjara serta didenda sekurang-kurangnya Rp.10 Miliar sampai dengan Rp.200 Miliar, jika itu dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk, perseroan terbatas, perserikatan, yayasan, atau koperasi, penunjukan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan,” tutur Sekjen GNI. (Red)